Selasa, 09 Februari 2010

TATA CARA UPACARA ADAT PERKAWINAN BUGIS – MAKASSAR, SULAWESI SELATAN

Salah satu bagian terpenting dari kehidupan manusia dalah PERKAWINAN, karena perkawinan merupakan Sunnah Rasulullah Nabi Besar Muhammad SAW. Perkawinan sesungguhnya merupakan suatu peristiwa yang melibatkan beban dan tanggung jawab dari banyak orang, yaitu tanggung jawab Orang Tua, keluarga, kerabat, bahkan kesaksian dari anggota masyarakat di mana mereka berada, maka selayaknyalah jika upacara tersebut diadakan secara khusus dan meriah sesuai dengan tingkat kemampuan atau strata sosial dalam masyarakat. Upacara perkawinan banyak dipengaruhi oleh acara-acara sakral dengan tujuan agar perkawinan berjalan dengan lancar dan kedua mempelai didoakan ke hadirat Allah SWT, sukses dalam segala usaha dalam mengarungi bahtera kehidupan rumah tangga yang langgeng menuju keluarga Sakinah, Mawaddah, Warohmah.

Tata cara upacara adat Bugis-Makassar dalam acara perkawinan sejatinya memiliki beberapa proses atau tahapan upacara adat, antara lain:

  1. A’jangang-jangang (Ma’manu’-manu’).
  2. A’suro (Massuro) atau melamar.
  3. A’pa’nassar (Patenre ada’) atau menentukan hari.
  4. A’panai Leko’ Lompo (erang-erang) atau sirih pinang.
  5. A’barumbung (Mappesau) atau mandi uap, dilakukan selama 3 (tiga) hari.
  6. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) atau siraman dan A’bubbu’ ( mencukur rambut halus dari calon mempelai.
  7. Akkorontigi (Mappacci) atau malam pacar.
  8. Assimorong atau akad nikah.
  9. Allekka’ bunting (Marolla) atau mundu mantu.
  10. Appa’bajikang bunting atau menyatukan kedua mempelai.

Upacara tradisional tersebut di atas masih memiliki uraian-uraian yang lebih detail dari masing-masing tahapan atau proses. Pada kesempatan ini akan diuraikan tentang tata cara upacara adat:
1. Appassili bunting (Cemme mappepaccing) dan A’bubbu’.
2. A’korontigi (Mappacci).
3.
Appanai’ Leko Lompo (Erang-erang) atau sirih pinang, dan Assimorong (Akad Nikah)


  1. Appassili bunting (Cemme mappepaccing), A’bubbu’ dan Appakanre Bunting

Kegiatan dalam tata cara atau prosesi upacara adat ini terdiri dari:

Appassili bunting.
Persiapan sebelum acara ini adalah calon mempelai dibuatkan tempat khusus berupa gubuk siraman yang telah ditata sedemikian rupa di depan rumah atau pada tempat yang telah disepakati bersama oleh anggota keluarga.

Gambar 1: Perangkat adat prosesi Siraman.

Acara dilakukan sekitar pukul 09.00 – 10.00 waktu setempat. Pelaksanaan acara pada jam tersebut memiliki niat atau maksud. Calon mempelai memakai busana yang baru/baik dan ditata sedemikian rupa.

Appassili atau Cemme Mappepaccing mengandung arti membersihkan dengan maksud agar calon mempelai senantiasa diberi perlindungan dan dijauhkan dari mara bahaya oleh Allah SWT.

Alat atau bahan yang digunakan dalam prosesi adat ini adalah:

  • Pammaja besar/Gentong.
  • Gayung/tatakan pammaja.
  • Air, sebagai media yang suci dan mensucikan.
  • Bunga tujuh rupanna (tujuh macam bunga) dan wangi-wangian.
  • Ja’jakkang, terdiri dari segantang (4 liter) beras diletakkan dalam sebuah bakul.
  • Kanjoli’ (lilin), berupa lilin berwarna merah berjumlah tujuh atau sembilan batang.
  • Kelapa tunas.
  • Gula merah.
  • Pa’dupang.
  • Leko’ passili.


Prosesi Acara Appassili:

Sebelum dimandikan, calon mempelai terlebih dahulu memohon doa restu kepada kedua orang tua di dalam kamar atau di depan pelaminan. Kemudian calon mempelai akan diantarkan ke tempat siraman di bawah naungan payung berbentuk segi empat (Lellu) yang dipegang oleh 4 (empat) orang gadis bila calon mempelai wanita dan 4 (empat) orang laki-laki jika calon mempelai pria. Setelah tiba di tempat siraman, prosesi dimulai dengan diawali oleh Anrong Bunting, setelah selesai dilanjutkan oleh kedua orang tua serta orang-orang yang dituakan (To’malabbiritta) yang berjumlah tujuh atau sembilan pasang.

Gambar 2: Calon mempelai wanita memohon doa restu pada kedua orang tua



Gambar 3. Calon mempelai wanita menuju tempat siraman di bawah naunga Payung Lellu.


Tata cara pelaksanaan siraman adalah air dari pammaja/gentong yang telah dicampur dengan 7 (tujuh) macam bunga dituangkan ke atas bahu kanan kemudian ke bahu kiri calon mempelai dan terakhir di punggung, disertai dengan doa dari masing-masing figure yang diberi mandat untuk memandikan calon mempelai. Setelah keseluruhan selesai, acara siraman diakhiri oleh Ayahanda yang memandu calon mempelai mengambil air wudhu dan mengucapakan dua kalimat syahadat sebanyak tiga kali. Selanjutnya calon mempelai menuju ke kamar untuk berganti pakaian.

Gambar 4. Prosesi acara Appassili (siraman)


A’bubbu’ (Macceko).
Setelah berganti pakaian, calon mempelai selanjutnya didudukkan di depan pelaminan
dengan berbusana Baju bodo, tope (sarung pengantin) atau lipa’ sabbe, serta assesories
lainnya. Prosesi acara A’bubbu (macceko) dimulai dengan membersihkan rambut atau
bulu-bulu halus yang terdapat di ubun-ubun atau alis.


Gambar 5: Prosesi acara A’bubbu’ (Macceko)


Appakanre bunting.
Appakanre bunting artinya menyuapi calon mempelai dengan makan berupa kue-kue khas
tradisional bugis makassar, seperti Bayao nibalu, Cucuru’ bayao, Sirikaya,
Onde-onde/Umba-umba, Bolu peca, dan lain-lain yang telah disiapkan dan ditempatkan
dalam suatu wadah besar yang disebut bosara lompo.


Gambar 6: Prosesi Acara Appakanre bunting



2. Akkorontigi (Mappacci).

Rumah calon mempelai telah ditata dan dihiasi sedemikian rupa dengan dekorasi khas daerah bugis makassar, yang terdiri dari:

a.
Pelaminan (Lamming)
b.
Lila-lila
c.
Meja Oshin lengkap dengan bosara.
d.
Perlengkapan Korontigi/Mappacci.

Gambar 7: Situasi ruangan tempat prosesi Akkorontigi/Mappacci


Acara Akkorontigi/Mappacci merupakan suatu rangkaian acara yang sakral yang dihadiri oleh seluruh sanak keluarga (famili) dan undangan.
Acara Akkorontigi memiliki hikmah yang mendalam, mempunyai nilai dan arti kesucian dan kebersihan lahir dan batin, dengan harapan agar calon mempelai senantiasa bersih dan suci dalam menghadapi hari esok yaitu hari pernikahannya.

Perlengkapannya:

  • Pelaminan (Lamming).
  • Bantal.
  • Sarung sutera sebanyak 7 (tujuh) lembar yang diletakkan di atas bantal.
  • Bombong Unti (Pucuk daun pisang).
  • Leko Panasa (Daun nangka), daun nangka diletakkan di atas pucuk daun pisang secara bersusun terdiri dari 7 atau 9 lembar.
  • Leko’ Korontigi (Daun Pacci), adalah semacam daun tumbuh-tumbuhan (daun pacar) yang ditumbuk halus.
  • Benno’ (Bente), adalah butiran beras yang digoreng tanpa menggunakan minyak hingga mekar.
  • Unti Te’ne (Pisang Raja).
  • Ka’do’ Minnya’ (Nasi Ketan).
  • Kanjoli/Tai Bani (Lilin berwarna merah).


Prosesi acara Akkorontigi/Mappacci:

Setelah para undangan lengkap dimana sanak keluarga atau para undangan yang telah dimandatkan untuk meletakkan pacci telah tiba, acara dimulai dengan pembacaan barzanji atau shalawat nabi, setelah petugas barzanji berdiri, maka prosesi peletakan pacci dimulai oleh Anrong bunting yang kemudian diikuti oleh sanak keluarga dan para undangan yang telah diberi tugas untuk meletakkan pacci. Satu persatu para handai taulan dan undangan dipanggil didampingi oleh gadis-gadis pembawa lilin yang menjemput mereka dan memandu menuju pelaminan. Acara Akkorontigi/Mappacci ini diakhiri dengan peletakan pacci oleh kedua orang tua tercinta dan ditutup dengan doa.


Gambar 9. Prosesi Acara Akkorontigi/Mappacci



3. Appanai’ Leko Lompo (Erang-erang) atau sirih pinang, dan Assimorong
(Akad Nikah)


Kegiatan ini dilakukan di kediaman calon mempelai wanita, dimana rumah telah ditata dengan indahnya karena akan menerima tamu-tamu kehormatan dan melaksanakan prosesi acara yang sangat bersejarah yaitu pernikahan kedua calon mempelai.

Beberapa persiapan yang dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga:


Keluarga Calon Mempelai Wanita (CPW).

  1. Dua pasang sesepuh untuk menjemput CPP dan memegang Lola menuntun CPP memasuki rumah CPW.
  2. Seorang ibu yang bertugas menaburkan Bente (benno) ke CPP saat memasuki gerbang kediaman CPW.
  3. Penerima erang-erang atau seserahan.
  4. Penerima tamu.

Keluarga Calon Mempelai Pria (CPP).

-
Petugas pembawa leko’ lompo (seserahan/erang-erang), yang terdiri dari:
  • Gadis-gadis berbaju bodo 12 orang yang bertugas membawa bosara atau keranjang yang berisikan kue-kue dan busana serta kelengkapan assesories CPW.
  • Petugas pembawa panca terdiri dari 4 orang laki-laki. Panca berisikan 1 tandan kelapa, 1 tandan pisang raja, 1 tandan buah lontara, 1 buah labu kuning besar, 1 buah nangka, 7 batang tebu, jeruk seperlunya, buah nenas seperlunya, dan lain-lain.
- Perangkat adat, yang terdiri dari:
  • Seorang laki-laki pembawa tombak.
  • Anak-anak kecil pembawa ceret 3 orang.
  • Seorang lelaki dewasa pembawa sundrang (mahar).
  • Remaja pria 4 orang untuk membawa Lellu (payung persegi empat).
  • Seorang anak laki-laki bertugas sebagai passappi bunting.

- Calon mempelai Pria
-
Rombongan orang tua
-
Rombangan saudara kandung
-
Rombongan sanak keluarga
-
Rombongan undangan.

Prosesi acara Assimorong:

Setelah CPP beserta rombongan tiba di sekitar kediaman CPP, seluruh rombongan diatur sesuai susunan barisan yang telah ditetapkan. Ketika CPP telah siap di bawa Lellu sesepuh dari pihak CPW datang menjemput dengan mengapit CPP dan menggunakan Lola menuntun CPP menuju gerbang kediaman CPW. Saat tiba di gerbang halaman, CPP disiram dengan Bente/Benno oleh salah seorang sesepuh dari keluarga CPW. Kemudian dilanjutkan dengan dialog serah terima pengantin dan penyerahan seserahan leko lompo atau erang-erang. Setelah itu CPP beserta rombongan memasuki kediaman CPW untuk dinikahkan. Kemudian dilakukan pemeriksaan berkas oleh petugas KUA dan permohonan ijin CPW kepada kedua orang tua untuk dinikahkan, yang selanjutnya dilakukan dengan prosesi Ijab dan Qobul.


Setelah acara akad nikah dilaksanakan, mempelai pria menuju ke kamar mempelai wanita, dan berlangsung prosesi acara ketuk pintu, yang dilanjutkan dengan appadongko nikkah/mappasikarawa, penyerahan mahar atau mas kawin dari mempelai pria kepada mempelai wanita. Setelah itu kedua mempelai menuju ke depan pelaminan untuk melakukan prosesi Appla’popporo atau sungkeman kepada kedua orang tua dan sanak keluarga lainnya, yang kemudian dilanjutkan dengan acara pemasangan cincin kawin, nasehat perkawinan, dan doa.

Gambar 10. Prosesi acara Mappasikarawa/A'padongko Nikkah




Gambar 11. Prosesi acara penyerahan mahar atau mas kawin








Selasa, 29 Desember 2009

SANGGAR TAMALATE "PENGEMBAN MISI BUDAYA BANGSA"

Budaya adalah hasil perpaduan antara Rasa, Karsa dan Karya sebagai suatu kreasi manusia. Kelestarian suatu budaya dalam perjalanannya senantiasa mengalami modifikasi baik secara revolusi maupun evolusi.

Appresiasi terhadap nilai-nilai budaya dapat dituangkan dalam frame atau kerangka kerja yang nyata, seperti: pelaksanaan perhelatan pernikahan yang memuat substansi nilai-nilai adat, pementasan seni (tari, musik, drama, dll dalam kemasan tradisi atau kontemporer) yang memuat pengembangan misi budaya baik di dalam maupun di luar negeri.

Sanggar Tamalate sejak didirikan pada tahun 1975, telah memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan budaya nasional bangsa Indonesia dengan menjadi subyek/pelaku yang senantiasa memenuhi kebutuhan masyarakat akan hadirnya nilai-nilai budaya tradisional dalam tatanan event pernikahan, maupun dalam event eksebisi atau pementasan. Dalam perjalanannya Sanggar Tamalate telah memenuhi permintaan akan pelaksanaan pernikahan dalam adat Bugis-Makassar, Jawa-Sunda, Minang-Padang, khsususnya budaya Bugis-Makassar (Sulawesi Selatan) di pulau Jawa (Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, dll), pulau Kalimantan, Sumatera, hingga ke negara tetangga Malaysia. Sanggar Tamalate juga senantiasa aktif dalam mengemban misi kebudayaan seperti yang telah dilaksanakan di beberapa negara seperti Malaysia, Nepal, Myanmar, Thailand serta aktif dalam pementasan kebudayaan seperti pementasaan budaya Maudu' Lompoa di Taman Mini Indonesia Indah, Sendra Tari Karaeng Galesong di Gedung Kesenian Jakarta (Juni 2005).

Aktivitas dalam mengappresiasikan budaya bangsa tidak akan pernah lekang oleh waktu, senantiasa berkesinambungan dan survive dalam menghadapi tantangan zaman, khususnya dalam era globalisasi.


"TAMALATE" WEDDING ORGANIZER

Sanggar Tamalate Jakarta, dalam aktivitasnya memenuhi kebutuhan para customer senantiasa mengedepankan sikap profesionalisme dan kekeluargaan. Nilai profesional dikedepankan dalam menangani setiap event acara wedding mulai dari tahapan-tahapan acara:
1. Pre-wedding seperti acara lamaran, penyediaan kostum/busana dan tata rias untuk persiapan
pembuatan foto pre-wedding.
2. Acara Siraman/Appassili (Cemme Mapepacci)


Keterangan: Perangkat adat untuk acara siraman:
1. Gubuk Siraman + dekorasi
2. Peralatan siraman







3. Acara Mappacci/Korontigi (Malam Pacar)

Keterangan : Perangkat Meja Oshin dan Bosara untuk
Menjamu para tamu kehormatan.








Keterangan : Perangkat Mappacci/Korontigi









Keterangan : Perangkat Pelaminan berikut assesories untuk
acara Mappacci/Korontigi.







4. Acara Leko' Lompo dan Akad Nikah, dalam tahapan acara ini Sanggar Tamalate memiliki
peran penting, khususnya dalam persiapan (peralatan dan perangkat adat) dan desain acara.
Perangkat adat dalam tahapan ini seperti: Pembawa payung Lellu, tombak (poke), kampu, dll.
Juga terdapat pagandrang sebagai musik pengiring, dan lain-lain. Dalam desain acara Sanggar
Tamalate akan mempersiapkan seluruh prosesi acara mulai dari persiapan rombongan CPP
masuk menuju kediaman CPW, Akad Nikah, Mappassikarawa/Appa'dongko' Nikkah, dll.

5. Acara Resepsi
Dalam tahapan acara resepsi sebagai puncak dari seluruh rangkaian acara wedding, Sanggar
Tamalate akan mempersiapkan seluruh kebutuhan customer, seperti Pelaminan adat dengan
tampilan full tradisi atau minimalis, dekorasi landscapping, standing flower, pergola, gazebo,
dan lain-lain.
Sementara dari desain acara, telah dipersiapkan beberapa perangkat atau pendukung acara,
seperti: MC (umum dan adat), Pakarena (Penari), Pagandrang (pemain gendang), perangkat
adat (pembawa Lellu, tombak + payung, lilin dan ammiccung), Pangngaru (prosesi penarikan
sumpah untuk mempelai dan keluarga).

Keterangan : Pelaminan Adat, nuansa biru silver









Keterangan : Landscapping depan pelaminan







Keterangan : Standing flower berikut Lampu hias








Keterangan : Gazebo, berikut payung adat











SANGGAR TAMALATE "NATIONAL CULTURAL MISSION BEARERS "

Culture is the result of a combination of taste, Karsa and works as a human creation. Sustainability of a culture in a way always been modified either through revolution or evolution.

Appreciation of cultural values can be put into the frame or concrete frameworks, such as: implementation of the wedding event that includes the substance of traditional values, performing arts (dance, music, drama, etc. in traditional or contemporary packaging) which includes the development of cultural mission both inside and outside the country.

Tamalate studio since its inception in 1975, already has a strong commitment to promoting the national culture of Indonesia with the subject / actor who always meet people's needs will be the presence of the cultural values of traditional marriage in order of event, and the event exhibition or performance. On his way Tamalate Studios meets the demand for the implementation of customary marriage in Bugis-Makassar, Java, Sundanese, Minangkabau, Padang, cultural khsususnya Bugis-Makassar (South Sulawesi) in Java (Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, etc.), the island of Borneo , Sumatra, up to neighboring Malaysia. Tamalate studio is always active in the cultural mission as it has been implemented in several countries such as Malaysia, Nepal, Myanmar, Thailand and was active in cultural performances such as Maudu cultural pementasaan 'Lompoa at Taman Mini Indonesia Indah, Sendra Tari Karaeng Galesong at Gedung Kesenian Jakarta ( June 2005).

Activity in the development of national culture will never timeless, always sustainable and survive the challenges of time, especially in the era of globalization.